Monday, September 16, 2019

6 Cara Tingkatkan Profit Sampai 20% Tanpa Memperbesar Resiko

Trader mana yang tidak mau meningkatkan profit dalam forex trading?

Jawabannya hampir bisa dipastikan: tidak ada.

Setiap trader tentu setidaknya bercita-cita untuk bisa meningkatkan keuntungantrading forex.

Tetapi Anda juga perlu menyadari bahwa dalam trading - peluang keuntungan pasti berbanding lurus dengan tingkat resikonya.

Dengan demikian, ketika Anda berniat untuk memperbesar keuntungan Anda, jangan pernah lupakan bahwa di balik itu ada resiko loss yang tak kalah besarnya.

Lalu bagaimana cara meningkatkan keuntungan trading forex tanpa perlu takut menghadapi resiko?

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan kemungkinan loss dalam trading.

Tidak.

Tulisan ini diniatkan untuk membagikan pengetahuan dan pengalaman agar tetap bisa menikmati trading meskipun senantiasa berjalan beriringan dengan resiko loss yang siap “menyenggol” kita kapan saja.

Solusi sesungguhnya terletak pada kepiawaian Anda dalam mengelola modal Anda.

Telah banyak tulisan yang membahas mengenai money management, risk management, trading plan dan psikologi trading.

Semua tulisan itu berangkat dari “jiwa” trading 3M: Mind, Method, Money.

Berikut ini beberapa tips yang bisa Anda coba, berdasarkan pengalaman kami selama bergelut dengan dunia trading selama setidaknya sepuluh tahun terakhir.

Tips Trading #1: Petakan Kekuatan Modal

Lihat seberapa besar kekuatan modal Anda, lalu petakan dengan menyusun trading plan.

Target keuntungan sebaiknya realistis.

Misalnya, rata-rata trader biasanya memperoleh keuntungan 10-20% per bulan dari modal awal.

Kita bicara trader rata-rata, bukan super trader sekelas Ed Seykota.

Di dunia trading forex ini memang memungkinkan memperoleh profit hingga 100% dari modal per bulan (saya bahkan pernah hingga 80%), tetapi kejadian seperti itu bisa dikatakan jarang terjadi atau tidak konsisten.

Mungkin memang ada yang bisa konsisten menghasilkan profit ratusan persen per bulan dan berlangsung hingga bertahun-tahun. Tetapi kalaupun ada, jelas dia bukan trader kebanyakan.

Mari kita bicara kenyataan yang sering kita temui saja, di mana bahkan untuk bisa sekedar profit konsisten pun orang masih kesulitan. Ini yang ingin kami coba bantu.

Nah, jika Anda ingin mendapatkan – misalnya –  $1,000 atau $2,000 per bulan, maka wajar jika Anda mempersiapkan modal sebesar sekitar $10,000.

Agak tidak realistis jika Anda menargetkan $1,000 - $2,000 per bulan jika modal Anda hanya $500.

Mohon dimengerti, saya bukan meremehkan trader dengan modal kecil.

Poin yang disampaikan adalah menargetkan keuntungan sesuai dengan kekuatan modal yang Anda miliki.

Berdasarkan pengalaman, dengan modal $500 (misalnya), sudah cukup realistis jika Anda menargetkan memperoleh $50 hingga $100 per bulan.

Tips Trading #2: Perluas Pandangan

Kebanyakan trader hanya terpaku pada satu instrumen perdagangan saja.

Jika ia trading forex, biasanya ia hanya terpaku pada satu currency pair saja.

Jika ia trader indeks saham, mungkin ia hanya melihat Nikkei saja.

Atau ada juga yang hanya trading emas.

Memang tidak salah jika Anda pun melakukan hal seperti itu, tetapi itu juga berarti Anda akan mengabaikan begitu saja peluang di mata uang lain, atau indeks saham lain.

Padahal, ada begitu banyak subyek perdagangan yang bisa Anda transaksikan, diantaranya ada:

17 currency pair,


3 komoditi,


8 indeks saham, dan


183 saham pilihan yang bisa ditransaksikan secara CFD.


Anda tidak harus memantau kesemua produk yang disebutkan di atas, namun setidaknya cobalah perluas pandangan Anda karena peluang bisa muncul di produk yang lain.

Baca juga: Banyak “Pintu” di Forex Trading, Ketuklah Semua!


Tips Trading #3: Atur Risiko

Seperti yang telah disampaikan, resiko berbanding lurus dengan peluang. Untuk itulah Anda perlu mengatur seberapa besar toleransi Anda terhadap resiko yang mungkin akan terjadi.

Resiko dalam forex trading tentu adalah loss. Jika Anda tidak membatasi toleransi resiko, sama saja dengan membiarkan semua modal Anda (kemungkinan) habis ditelan pasar.

Pembatasan resiko ini juga diatur dalam trading plan. Salah satu tekniknya adalah position sizing. Dengan position sizing Anda bisa bertransaksi dengan nyaman tanpa perlu khawatir akan mengalami loss terlalu besar.

Di saat yang sama, Anda juga bisa memaksimalkan peluang keuntungan yang ada.

Anda tidak perlu takut untuk membuka posisi sebanyak dua, tiga, atau bahkan sepuluh lot sekaligus selama perhitungan resikonya masih berada di bawah batas toleransi Anda.

Baca jug: Position Sizing Trading Forex


Tips Trading #4 Ambil Keuntungan

Kebanyakan trader tidak menyadari bahwa keuntungan tidak boleh dicampur dengan modal.

Jika misalnya Anda memulai trading dengan modal sebesar $5,000 dan Anda telah berhasil mengumpulkan keuntungan sebesar $1,000, maka segeralah tarik keuntungan tersebut.

Biarkan balance di akun Anda kembali menjadi $5,000.

Mengapa demikian?

Ini agar Anda tidak “terlena” dengan menganggap modal Anda masih “aman” meskipun tengah mengalami kerugian.

Seperti contoh di atas, Anda telah berhasil meraup keuntungan sebesar $1,000 sehingga balance Anda menjadi $6,000.

Pada transaksi berikutnya ternyata Anda mengalami kerugian (floating loss) hingga mencapai $1,000. Pada situasi seperti ini seringkali seorang trader berpikir, “Ah, equity saya masih $5,000… yang ‘hilang’ hanya profit yang kemarin.”

Perasaan tenang seperti ini menghanyutkan.

Seringkali trader yang berada dalam kondisi seperti itu justru sebenarnya berharap harga akan memantul kembali, agar ia bisa mendapatkan keuntungan.

Seringkali justru ketika ia benar-benar loss, penyesalan muncul karena menganggap kerja kerasnya mengumpulkan profit sebelumnya menjadi sia-sia.

Bahkan cukup sering juga trader yang mentalnya drop pada saat itu dan bertanya-tanya, “Apakah trading forex ini memang cocok untuk saya?”

Lain halnya jika Anda memang berniat memperbesar modal.

Jika misalnya dari $5,000 modal Anda berkembang menjadi $6,000, maka segeralah menyesuaikan trading plan Anda dengan nominal modal yang ada.

Jika misalnya tadinya toleransi resiko per transaksi adalah $500 per trade (10 persen dari modal), maka bisa ditingkatkan menjadi $600 per trade.

Tips Trading #5: Tahu Waktunya Keluar

Strategi “exit” juga penting. Yang paling sederhana adalah menutup posisi setelah target profit tercapai, atau stop-loss kena.

Bisa juga menutup posisi segera setelah sistem trading Anda mengharuskan demikian.

Yang kurang banyak disadari adalah segera menutup posisi setelah kerugian mencapai persentase tertentu dari keuntungan yang telah diperoleh sebelumnya.

Contoh kongkritnya seperti ini: sebelumnya Anda telah berhasil mengumpulkan keuntungan sebesar $1,000. Kemudian Anda sebaiknya menetapkan bahwa jika transaksi selanjutnya menyebabkan keuntungan tersebut berkurang hingga 50%, maka Anda akan menutup posisi.

Dengan demikian, mental dan modal Anda akan tetap terjaga.

Tentu saja ini tidak perlu diterapkan secara letter lijk.

Terapkan aturan tersebut untuk kelipatan tertentu, misalnya tiap kelipatan $1,000, tergantung pada besaran modal dan keuntungan yang Anda peroleh.

Tips Trading #6:  Move On

Poin terakhir ini erat kaitannya dengan psikologi trading.

Kita sama-sama maklum bahwa tidak mungkin ada sistem trading yang bisa 100% akurat. Ada kalanya Anda mengalami kerugian karena pasar tidak bergerak sesuai dengan perkiraan Anda.

Pada saat seperti itu, yang harus Anda lakukan adalah melakukan evaluasi, dan segera move on. Tidak ada gunanya menyesali uang yang hilang ditelah pergerakan pasar yang tanpa ampun.

Jika Anda telah benar-benar memiliki trading plan yang baik dan mengatur toleransi resiko, tak ada yang perlu Anda khawatirkan. Show must go on.

Demikianlah beberapa poin yang bisa membantu Anda memaksimalkan trading tanpa perlu menjadi paranoid dihantui ketakutan akan loss. Mudah-mudahan berguna.

Salam no fear.

Share this entry

http://www.foreximf.com/strategi-forex/6-cara-tingkatkan-profit-tanpa-perbesar-resiko/



ECB Pangkas Suku Bunga

Bareksa.com - Pekan lalu, Bank Sentral Eropa (ECB) memulai kembali aksi pelonggaran likuiditas (quantitative easing/QE) dengan memangkas suku bunga 10 basis poin menjadi negatif 0,5 persen.


Suku bunga sangat rendah ini dipertahankan untuk mencegah perlambatan ekonomi yang terpukul dampak perang dagang dan ketidakpastian politik British Exit (Brexit) sementara inflasi diharapkan bergerak mendekati target 2 persen. Angka inflasi bulan Agustus melambat jadi 1 persen.


Aksi QE akan dimulai pada November dengan membeli surat utang senilai 20 miliar euro setiap bulan hingga periode waktu yang belum ditentukan.


Kekuatiran pelemahan ekonomi  di kawasan Eropa mencuat setelah angka kegiatan manufaktur dan ekspor Jerman, negara dengan perekonomian terkuat, mengalami penurunan. Pemerintah Jerman sendiri disinyalir telah menyiapkan stimulus untuk menahan pelemahan berlanjut.


Belajar dari pengalaman sejarah, Kepala Makro ekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, menjelaskan kebijakan pelonggaran likuiditas secara masif yang dilakukan bank sentral negara maju ditujukan untuk mempermudah proses de-leveraging (pengurangan) utang masyarakat.


"Jepang, sebagai negara yang mengalami penuaan penduduk sejak tahun 1970 dan dengan rasio utang terhadap PDB 237 persen atau tertinggi di dunia, menjadi contoh," ujarnya dalam keterangan tertulis (16/9/2019).


Bank of Japan paling agresif melakukan aksi pelonggaran likuiditas sehingga rasio total aset bank sentral terhadap GDP mencapai tertinggi melewati 100 persen. Angka ini jauh dibandingkan the Fed dan ECB yang masing-masing mencapai 18 persen dan 23 persen.


Sumber Bloomberg menunjukkan Bank of Japan memiliki sekitar 47 persen Surat Utang Negara. Dengan pembelian Surat Utang Negara, bank sentral dengan sengaja membanjiri likuiditas kepada perekonomian domestik. Bahkan Bank Sentral Negara Sakura ini menargetkan yield obligasi negara untuk tenor 10 tahun berkisar nol persen.


Jepang mengalami equity market booming sejak tahun 1970 hingga akhir tahun 1989. Setelah itu bursa saham terhempas (crash) sehingga hingga kini tidak pernah menyentuh angka tertinggi itu lagi.


Penuaan penduduk memaksa pertumbuhan ekonomi ditopang oleh ekspor dan investasi Jepang di luar negeri. Pengalaman lebih dari 20 tahun terakhir menunjukkan indeks saham Nikkei cenderung meningkat bila terjadi pelemahan yen.


Dengan tren penuaan penduduk (aging society) dan pengurangan utang (de-leveraging) juga melanda Eropa dan Amerika Serikat terbuka kemungkinan bank sentral kedua kawasan itu akan meneladani Jepang dengan melonggarkan likuiditas.


Sebagai acuan de-leveraging oleh rumah tangga di Amerika Serikat telah menurunkan debt to income dari angka tertinggi 130 persen pada tahun 2008 menjadi 99,5 persen saat ini. Namun yang jelas angka ini tetap terbilang tinggi. Kenaikan suku bunga berisiko mengurangi kapasitas belanja ketika rumah tangga melakukan pembayaran utang.


Tambahan likuiditas bank sentral itu itu diyakini tidak akan memacu inflasi mengingat tidak digunakan untuk belanja melainkan untuk membayar utang. Selain itu tren inflasi juga terjaga rendah perluasan penggunaan teknologi e-commerce yang memangkas biaya intermediasi.


Di samping itu, kenaikan harga energi minyak yang dulu biasa memicu inflasi dibatasi oleh melimpahnya pasokan yang tidak hanya berasal dari produsen OPEC melainkan dari produsen Shale-gas.


Kombinasi kelebihan likuiditas dan risiko perlambatan ekonomi global memicu aksi flight to safety menuju obligasi negara sehingga menyebabkan imbal hasil negatif. Kondisi ini menandakan obligasi negara, terutama yang bertenor panjang, terbilang mahal.


Sebagai akibatnya, tambahan likuiditas kemudian memicu kenaikan harga aset lain (reflation) termasuk harga bitcoin dan emas serta obligasi negara sejumlah negara berkembang.


Indonesia Berpotensi Jadi Sasaran Pasar dan Capital Inflow


Setelah ECB memangkas suku bunganya, tak lama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melalui cuitan di Twitter merespons pemangkasan suku bunga ECB telah melemahkan mata uang euro terhadap dolar AS. Melalui cuitannya, Trump juga menyindir The Fed untuk segera menurunkan suku bunga.


Lalu bagaimana dampak pemotongan suku bunga bank sentral Eropa terhadap Indonesia?


Menurut Budi Hikmat, kebijakan moneter ECB ini akan membuat negara-negara berkembang, termasuk Indonesia menjadi sasaran likuiditas dana asing (capital inflow).


“Arus dana asing berpotensi masuk ke Indonesia sehingga memperpanjang kenaikan harga (rally) Surat Berharga Negara (SBN) yang cenderung memperkuat rupiah. Indonesia menghadapi dilema mengingat sedang mengalami defisit neraca berjalan yang menandakan dukungan sektor riil untuk menopang penguatan rupiah relatif terbatas," unkapnya.


Budi menyatakan penguatan rupiah akibat arus masuk modal asing harus diantisipasi dengan mempercepat reformasi struktural memperkuat produktivitas dan daya saing sektor manufaktur dan pariwisata. Penguatan rupiah dan polemik perang dagang AS dan China memungkinkan peredaran limpahan barang dan jasa luar negeri sulit dibendung.


Belajar Pengalaman Brazil


Budi juga mengingatkan agar kondisi ‘kelebihan likuiditas’ global ini tak membuat Indonesia terjebak pada utang seperti yang terjadi pada Brazil. Brazil berusaha keluar dari jebakan middle income trap selama 23 tahun dengan berutang dengan memanfaatkan aksi QE the Fed sejak tahun 2008.


Akibatnya debt to GDP Brazil melonjak dari 37 persen menjadi 84 persen pada saat ini. Posisi nominal utang negara Brazil sekitar US$1 triliun atau setara GDP Indonesia.


"Pengalaman Brazil mengingatkan tiga jenis risiko bila kita memacu pemulihan dengan utang luar negeri. Pertama currency risk terutama ketika dolar melemah sejak pertengahan tahun 2014," ujar Budi.


Kedua interest rate risk setelah the Fed mengindikasikan tapering off tahun 2013 dan baru meningkatkan sejak 2015 serta lebih mengetatkan likuiditas selama tahun 2018. Ketiga, income risk terkait dengan penurunan komoditas minyak di mana Brazil sebagai produsen yang cukup besar. Sebagai akibat kombinasi ketiga risiko ini, Brazil mengalami dua tahun stagflasi yang menyebabkannya kehilangan status layak investasi.


“Kita harus belajar untuk tidak ceroboh berutang guna membiayai kemakmuran. Sesuai dengan inspirasi saran Nabi Yusuf kita harus memacu investasi untuk meningkatkan produktivitas dan industri pengolahanan investasi serta tidak hidup boros. Peluang masih terbuka untuk Indonesia mengingat mayoritas penduduk masih muda, penggunaan utang internasional yang relatif rendah, dan potensi penarikan pajak yang masih besar,” tegas Budi.


(*)